Weda, Koridorindonesia.id–Situasi politik yang memanas di Kabupaten Halmahera Tengah (Halteng), di mana persaingan politik berdampak pada birokrasi pemerintahan. Dalam pesan grup WhatsApp yang diperoleh wartawan pada 30 September 2024, sejumlah kepala dinas di Pemda Halteng dilaporkan dinonaktifkan karena tidak mengikuti arahan politik dari pimpinan.
Isu ini diduga terkait dengan perbedaan pandangan politik, terutama dalam konteks dukungan terhadap pasangan calon politik tertentu, yakni Ikram Malan Sangadji dan Ahlan Djumadil (IMS-ADIL).
Dalam laporan tersebut, terdapat tuduhan bahwa beberapa kepala dinas yang tidak mendukung atau tidak patuh pada kepentingan politik tertentu, khususnya yang terkait dengan Pj. Bupati Halteng, Bahri Sudirman, terpaksa diberhentikan.
Salah satu tim dari pasangan IMS-ADIL, bernama Aco, secara terbuka dalam Grup Whatsapp Patani Timur Bersatu menyatakan bahwa strategi “tumbang-menumbang” dilakukan terhadap kepala dinas yang tidak sejalan dengan kelompok politik mereka (IMS-ADIL, red).
“Tara (tidak) main-main sebab ngoni (Kalian) yang ada di Elang-Rahim itu Torang kalah, ngoni (Kalian) jaya. Maka tarada solusi lain kecuali eksekusi,” tegas Aco dalam Grup Whatsapp Patani Timur Beesatu.
Dari bahasa Aco, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa Pemerintahan saat ini lebih-lebihnya Pj. Bupati Halteng, Bahri Sudirman berpihak ke pasangan IMS-ADIL.
Bagaimana tidak, Kepala Dinas DPMD Halteng, Mustami Jamal yang diduga berpolitik praktis secara terang-terangan dibiarkan menduduki kursi panas dengan begitu bangga meski kasusnya telah dikantongi Bawaslu.
Kasus ini mencerminkan bahwa politik di Halteng tidak hanya melibatkan pertarungan antar kandidat, tetapi juga berdampak pada stabilitas dan netralitas aparatur pemerintahan.
Beberapa kepala dinas dilaporkan aman dari tindakan ini karena mereka mematuhi arahan atasan, sementara yang lainnya kehilangan jabatan mereka karena tidak mendukung agenda politik tertentu.
Tindakan seperti ini, jika benar terjadi, menunjukkan bahwa ada campur tangan politik yang signifikan dalam pemerintahan daerah, yang seharusnya bersifat netral dan bebas dari tekanan politik partisan. (Ibo*)