Cerita Karma, Tenaga Honorer di Morotai yang Merasa Dipersulit Ikut Seleksi PPPK

Karma Puni, Tenaga Honorer sekaligus Koordinator K2 Pulau Morotai (foto:Istimewa)

Morotai, Koridorindonesia.id– Mekanisme seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) seharusnya membawa keuntungan bagi Tenaga honorer Kategori Dua (K2) di Kabupaten Pulau Morotai, Maluku Utara. Namun kondisi sebaliknya justru terjadi di lapangan dimana tenaga honorer dihadapkan dengan berbagai kendala dalam upaya untuk menjadi bagian dari PPPK.

Meski telah lama mengabdi dan telah melalui proses pendataan, para honorer ini merasa dipersulit oleh birokrasi. Hal ini disampaikan, Karma Puni, Koordinator K2 Pulau Morotai. Karma mengungkapkan bahwa pihaknya telah berulang kali mengalami kendala dalam memenuhi persyaratan tes PPPK.

“Kami sudah lama mengabdi, namun saat ingin mengikuti PPPK, kami dihadapkan pada berbagai persyaratan yang sulit dipenuhi,” ujarnya Senin, (14/10/24) di kantor BKD Pulau Morotai.

Salah satu kendala utama adalah adanya persyaratan rekomendasi dari Badan Kepegawaian Daerah (BKD) dan Penjabat (Pj) Bupati.

“Kami diminta rekomendasi dari BKD, namun BKD juga meminta arahan dari Pj Bupati. Kami merasa ada yang disembunyikan,” ungkap Karma.

Para honorer K2 ini merasa kecewa dan khawatir dengan adanya dugaan intervensi politik dalam proses seleksi PPPK. Kata Karma, jika memang ada kaitannya dengan politik, pihaknya ingin mengetahui secara terbuka.

Rencana pertemuan dengan Pj Bupati untuk mencari solusi juga telah ditempu Karma, namun hingga saat ini tak pernah bertemu karena terkendala kesibukan penjabat Bupati Morotai.

Sementara itu, tenggat waktu pendaftaran PPPK yang semakin dekat, semakin menambah kecemasan para tenaga honorer.

Menangapi hal ini Asisten I, Muchlis Baay, menjelaskan bahwa Pj Bupati telah mengajukan permohonan ke Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB).

“Namun, syarat yang diajukan cukup berat, yakni para honorer tidak boleh berhenti dari pekerjaan sebelumnya selama dua tahun,” ujar Muchlis. (Ahlit*)