
Jakarta, Koridorindonesia.id– Central Aktivis Anti Korupsi Indonesia (CAA-KI) Jakarta, yang dikomandoi oleh Mansur Abisan, mengungkap indikasi penyimpangan dalam pengelolaan Dana Alokasi Khusus (DAK) pendidikan tahun 2024 di Kabupaten Pulau Morotai, Maluku Utara. Dari total anggaran sebesar Rp19,2 miliar yang diperuntukkan bagi PAUD, SD, dan SMP, dana tersebut diduga telah dicairkan sepenuhnya meskipun mayoritas proyek masih belum rampung.
Investigasi CAA-KI menemukan bahwa dari 57 paket proyek yang dibiayai DAK, hanya dua yang telah selesai sepenuhnya, yaitu pembangunan rumah dinas guru dan ruang laboratorium komputer di SD Negeri Juanga. Sementara itu, proyek lainnya mengalami keterlambatan, tetapi anggarannya tetap dicairkan 100%. Temuan ini memunculkan dugaan kuat adanya praktik korupsi yang berpotensi merugikan keuangan negara.
CAA-KI menuding beberapa pihak terlibat dalam dugaan penyimpangan ini, termasuk Plt. Kepala Dinas Pendidikan Pulau Morotai, Syafrudin Manyila, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Ode Ari Junaidi Wali, serta sejumlah kontraktor pelaksana proyek. Oleh karena itu, CAA-KI menuntut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung RI segera melakukan investigasi menyeluruh terhadap seluruh proyek pendidikan yang didanai DAK 2024.
Tak hanya itu, Mansur juga mengkritisi manuver Syafrudin Manyila yang diduga berupaya memperoleh jabatan strategis di tingkat provinsi. Ia memperingatkan Gubernur Maluku Utara, Sherly Djoanda, dan Wakil Gubernur Sarbin Sehe agar tetap berpegang pada prinsip pemerintahan bersih sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Sebagai langkah lanjutan, CAA-KI akan menggelar aksi unjuk rasa di kantor KPK dan Kejaksaan Agung RI untuk menekan aparat penegak hukum agar segera memeriksa Syafrudin Manyila, Ode Ari Junaidi Wali, serta pihak-pihak lain yang diduga terlibat. Mereka juga mendesak Bupati dan Wakil Bupati terpilih Pulau Morotai agar segera mencopot kedua pejabat tersebut guna mencegah penyalahgunaan wewenang lebih lanjut.
Mansur menegaskan, jika Syafrudin Manyila tetap diloloskan untuk menduduki jabatan di pemerintahan provinsi, maka aksi lanjutan akan digelar di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sebagai bentuk perlawanan terhadap praktik nepotisme dan penyalahgunaan jabatan.
Kasus ini menjadi ujian bagi penegak hukum dan pemerintah daerah dalam memastikan transparansi serta akuntabilitas pengelolaan anggaran pendidikan yang seharusnya digunakan untuk kemajuan daerah, bukan untuk memperkaya segelintir oknum. (Red*)