Weda, Koridorindonesia.id– Empat tahanan di Polres Halteng mengalami penganiayaan brutal oleh oknum polisi di dalam sel. Korban mengaku matanya ditutup, tangannya diikat, dan dipukuli hingga tak berdaya. Kejadian tersebut terjadi pada bulan Juni, 2024 lalu, dan insiden ini terungkap setelah rekan korban diduga kasus pencurian di toko Sriwijaya Klunting Jaya meninggal dunia pada Desember 2024 lalu.
Salah satu tersangka berinisial DW, mengungkapkan bahwa setelah dilakukan penangkapan oleh polisi, para tersangka kemudian dianiaya sedemikian rupa.
“Sangat miris sekali, tangan diikat mata ditutup dan kaki kita diikat pakai lakban. Lalu dipukul pakai tangan dan kabel hingga sekujur tubuh kita tak berdaya” cerita DW pada Sabtu (11/1/2025).
DW, menyatakan bahwa saat matanya terikat, ia sempat mendengar pembicaraan anggota polisi bahwa dibayar.
“Jadi saat itu saya dengar pembicaraan anggota polisi yang bilang ‘enak juga kasus ini kita dapat doi (uang) 25 juta’ “ujar DW meniru bahasa anggota Polisi di dalam sel tahanan.
Selain anggota yang pukul, DW juga mengaku, kasat Reskrim Iptu Ambo Wellang turut melakukan kekerasan terhadapnya.
“Kasat Reskrim juga pukul. Dia tendang pakai sepatu untuk meminta kami mengaku pencuri itu, tapi kami bilang kami tidak mencuri, karena memang kita tidak mencuri, bahkan dipaksakan untuk mengakui.” jelas DW
DW juga bilang, kalau mereka diimingi uang sebesar Rp. 5 juta dan akan dibebaskan jika mereka mengakui perbuatan pencurian tersebut.
DW mengatakan, hampir setiap hari dirinya dianiaya oleh anggota polisi untuk mengakui pencurian rokok di Klunting Jaya tersebut.
Sementara tersangka lain juga mengaku hal yang sama. Mereka sering dianiaya oleh petugas polisi bahkan kasat Reskrim sendiri yang melakukan penganiayaan itu.
“Kami dianiaya pakai kabel, pukul tangan, kaki kita di taruh di kaki meja lalu dong (mereka, pihak kepolisian) duduk di atas meja. Selain itu, mereka ancam pakai pistol hendak menembak kami” jelas tersangka lain di sel tahanan.
Sebelumnya Kasat Reskrim Polres Halteng, Iptu Ambo Wellang mengakui dihadapan Purwanto selaku pelapor bahwa anggotanya melakukan pemukulan hingga babak belur.
“Pak De, kita sudah interograsi sampe kita pukul, disiksa hingga mau mati tapi tarada (tidak ada) yang mengaku pak De” kata Ambo Wellang saat bertemu dengan pengacara beberapa waktu lalu pada 19 Juli 2024.
Kebenaran terungkap setelah salah satu korban, Basri Hanafi meninggal dunia setelah kasus dinyatakan tahap dua. Bahkan korban lain juga menunjukkan luka-luka serius di tubuhnya. Korban lain mengaku dipukuli secara rutin sejak ditahan masuk dan pergantian piket.
Terpisah Kasat Reskrim polres Halmahera Tengah (Halteng) Iptu Ambo Wellang dikonfirmasi terkait pengakuan tersangka terkait penganiyaan tersebut, Kasat Reskrim Polres Halteng mengelak. “Itu tidak benar adik” singkat Kasat Reskrim Polres Halteng pada Sabtu (11/1/2025).
Tapi sebelumnya, Kasat Reskrim Polres Halteng Iptu Ambo Wellang didepan pak Purwanto dia mengaku tersangka dipukul tapi tetap Kasat Reskrim mengelak bahwa pihaknya tidak melakukan tindakan pemukulan tersebut.
“Saya sebatas bilang saja Adik, karena pada saat itu PaK De curigai kita Polisi kalau kita berpihak pada tersangka, padahal kami Polisi sudah kerja sesuai dengan aturan” pungkasnya.
Diketahui kasus ini bermula saat pelaporan Purwanto melaporkan kejadian pencurian di toko miliknya di Desa Klunting Jaya pada tanggal 16 Juni dan tanggal 18 Juni Pemilik toko Sriwijaya itu datang melapor ke Polres Halteng. Dengan tuduhan empat pelaku tersebut telah melakukan pencurian empat kardus rokok miliknya. (Ibo*)