2 Kades di Halteng Minta Dana ke Perusahaan untuk Hadiri Undangan IMS-Adil di Jakarta

Surat permohonan bantuan dana ke perusahaan oleh desa Wale dan Fritu di Halteng

Weda, Koridorindonesia.id– Halmahera Tengah kembali diwarnai isu pelanggaran netralitas dalam Pilkada. Dua oknum kepala desa di Halteng, yakni kepala desa Waleh dan kepala desa Fritu, menjadi sorotan setelah surat permohonan dana mereka beredar luas di media sosial. Surat tersebut diduga terkait dengan permintaan bantuan dana kepada salah satu perusahaan untuk menghadiri undangan bupati terpilih yakni Ikram M. Sangadji dan Ahlan Djumadil di Jakarta.

Yang menjadi perhatian, proses Pilkada Halmahera Tengah saat ini masih dalam tahap sengketa di Mahkamah Konstitusi (MK), dengan sidang pendahuluan dijadwalkan pada 13 Januari 2025. Kondisi ini menegaskan bahwa hingga kini belum ada pihak yang secara resmi dinyatakan sebagai bupati terpilih untuk dilantik sesuai jadwal dari KPU.

Surat yang viral di media sosial menunjukkan permohonan bantuan dana sebesar Rp 20 juta kepada PT Bhakti Pertiwi Nusantara (BPN) dari dua kepala desa, yakni Kepala Desa Wale, Anhar Safar, dan Kepala Desa Fritu, Jhon Alvons Rahman. Dalam surat tersebut, dana yang diminta akan digunakan untuk perjalanan ke Jakarta dalam rangka menghadiri undangan yang disebut sebagai “Bupati Terpilih Periode 2025-2030 Kabupaten Halmahera Tengah.”

Belakangan, muncul laporan tambahan bahwa Penjabat Kepala Desa Were juga diketahui berada di Jakarta dan berfoto bersama salah satu pasangan calon bupati, yakni Ikram Malan Sangadji. Hal ini semakin menimbulkan kecurigaan publik atas dugaan keberpihakan sejumlah kepala desa dalam kontestasi Pilkada yang berlangsung di akhir 2024 kemarin.

Surat permohonan dana tersebut bertanggal 8 Januari 2025 dan ditujukan kepada pimpinan PT BPN di Site Sepo. Dalam surat itu, kedua kepala desa meminta partisipasi perusahaan untuk membiayai perjalanan mereka ke Jakarta pada 13 Januari 2025.

Dugaan pelanggaran netralitas ini memicu kritik tajam dari berbagai pihak. Publik menilai bahwa tindakan tersebut tidak hanya mencoreng proses demokrasi, tetapi juga memanfaatkan kekuasaan untuk kepentingan politik tertentu.

Proses sengketa Pilkada Halmahera Tengah di Mahkamah Konstitusi diharapkan dapat memberikan keadilan dan memastikan netralitas para pemangku kepentingan di wilayah tersebut. (Ibo*)