Weda, Koridorindonesia.id– Front Perjuangan Buruh Kabupaten Halmahera Tengah menggelar aksi damai dalam rangka mengawal putusan Mahkamah Kontitusi (MK) pada Kamis 15 November 2024. Aksi damai tersebut digelar di beberapa titik Kota Weda yakni di depan pendopo Falcilno dan di depan kantor bupati kabupaten Halmahera Tengah.
Kordinator Lapangan, Elfis Guru menjelaskan, pengesahan UU Cipta kerja memakan waktu kurang lebih 4 tahun. Undang-undang yang dikenal dengan Omnibuslaw ini mulai dirintis sejak pidato presiden Jokowi di periode ke-2 tanggal 20 Oktober 2019 dengan dalih diperlukan untuk mengatasi tumpang tindih regulasi di tanah air, terutama yang berkaitan dengan investasi dan perluasan lapangan kerja.
Sejak awal digagas, UU Cipta Kerja telah mendapat penolakan keras dari kaum buruh dan sempat terjadi penundaan kurang lebih 5 bulan.
“Tanggal 25 September 2020, DPR dan pemerintah kembali membahas RUU ini. Ahirnya tepat tanggal 05 Oktober 2020 UU Ciptaker disahkan.” kata Elfis memaparkan.
Elfis juga mengatakan, rekan-rekan serikat pekerja buruh menggugat sehingga pada tanggal 25 November 2021 MK menyatakan UU Ciptaker inkostitusional bersyarat dan memberikan waktu 2 tahun untuk memperbaiki UU tersebut.
Satu tahun pasca putusan MK, pemerintah tiba-tiba menerbitkan Perpu Nomor 2 tahun 2022 dengan alasan kegentingan dan kekosongan hukum.
“Bola panas perlawanan kaum buruh semakin tak terbendung karena dianggap sangat menguntungkan pihak pemodal dan perbudakan zaman modern.” ujar Elfis.
Ia melanjutkan, tepat tanggal 31 Oktober atau tepat 11 hari pasca pelantikan presiden ke-8, Prabowo Subianto, Mahkamah Konstitusi lalu mengabulkan 70% gugatan uji materil UU No.06 tahun 2023 tentang ciptakerja. Sontak dilakukan sujud sukur oleh rekan2 buruh di depan gedung MK sebagai wujud rasa syukur atas perjuangan selama ini.
Ada beberapa poin penting yang disahkan diantaranya, survey KHL dalam penentuan kenaikan upah UU Cipta Kerja menghapus penjelasan mengenai komponen hidup layak pada pasal terkait penghasilan.
MK kemudian meminta pasal pengupahan harus memenuhi kebutuhan hidup buruh dan keluarganya secara wajar. Kebutuhan hidup secara wajar tersebut meliputi: makanan dan minuman, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, rekreasi, dan jaminan hari tua serta kembalinya peran dewan pengupahan.
Elfis juga bilang, peran dewan pengupahan harus dihidupkan kembali, begitu yang diputuskan oleh MK.
“Pada UU Cipta Kerja, peran dewan pengupahan dihapus. Dengan mengembalikan peran dewan pengupahan maka diharapkan tak ada lagi kebijakan sepihak tentang upah dari pemerintah pusat. MK menyatakan, kebijakan upah mestinya melibatkan dewan pengupahan daerah yang didalamnya terdapat unsur pemerintah daerah pada saat ditetapkan oleh pemerintah pusat.” ujarnya.
Kemudian kata Elfis, upah minimum sektoral diberlakukan lagi. Penghapusan ketentuan Upah Minimum Sektor (UMS) pada UU Cipta Kerja sebelumnya dirasa tidak melindungi pekerja. Pasalnya dalam praktiknya, pemerintah seolah tak memberi perlindungan yang layak bagi pekerja, MK merasa dengan dihapusnya ketentuan UMS maka pemerintah mengancam standar perlindungan pekerja.
MK menekankan bahwa (UMS) setiap sektor memiliki karakteristik dan risiko kerja yang berbeda. UMS harus didasarkan pada tuntutan pekerjaan yang lebih berat atau spesialisasi yang diperlukan.
Poin berikutnya ialah struktur dan skala upah yang proporsional. MK menekankan harus ada perundingan bipartit terkait PHK harus dilakukan secara musyawarah mufakat. Jika ditemukan perundingan tak menemukan mufakat maka pemutusan kerja hanya dapat dilakukan setelah adanya putusan pengadilan hubungan industrial serikat berperan dalam pengupahan, upah harus memperhatikan masa kerja MK memutuskan untuk memasukkan kembali frasa serikat pekerja/buruh pada aturan soal upah diatas batas minimum.
Tidak ada lagi kesepakatan pengupahan yang hanya dibatasi antara perusahaan dan pekerja. Selanjutnya, sistem pengupahan juga harus memperhatikan golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan, dan kompetensi.
Mengutamakan pekerja Indonesia dalam penempatan posisi jabatan Majelis hakim menambahkan klausul baru yang berisi hal-hal dengan memerhatikan pengutamaan penggunaan tenaga kerja Indonesia pada pasal 81 angka 4 UU Cipta Kerja yang sebelumnya berbunyi “hanya dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu serta memiliki kompetensi sesuai dengan jabatan yang akan diduduki”.
Elfis menjelaskan, poin berikutnya ialah soal batas bawah Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK), Membentuk UU Ketenagakerjaan secara terpisah, Mengutamakan pekerja Indonesia dalam penempatan posisi jabatan, PKWT maksimal 5 tahun, Pembatasan Outsourcing dan poin terakhir dalam UU Cipta kerja ialah bisa libur 2 hari seminggu. (Ibo*)