Halsel, Koridorindonesia.id– Isu pemotongan anggaran distribusi baliho sosialisasi untuk Panitia Pemungutan Suara (PPS) di Kecamatan Pulau Makian semakin ramai dibicarakan publik. Menurut informasi yang beredar, anggaran yang seharusnya diterima oleh PPS untuk distribusi baliho sebesar Rp1.100.000, ternyata dipangkas menjadi hanya Rp650.000 per desa. Pemangkasan ini, menurut Ketua Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Pulau Makian, Awali Sunardi, terjadi karena alasan pengurangan biaya penjemputan dan pengantaran baliho. Namun, klaim tersebut justru menambah pertanyaan tentang transparansi dan integritas penyelenggara pemilu.
Dugaan praktik pemotongan anggaran ini memunculkan kekhawatiran besar di kalangan masyarakat. Ketua DPD Pemuda Demokrat, Iwan Marwan, dengan tegas menganggap ini sebagai indikasi kuat adanya tindakan rasuah yang perlu diselidiki lebih lanjut.
“Jika benar pemotongan ini terjadi, ini bukan masalah sepele. Pemilihan kepala daerah adalah agenda negara yang harus dijalankan dengan penuh integritas dan transparansi,” ujar Iwan pada Sabtu (9/11/2024).
Iwan juga menyoroti catatan buruk PPK Pulau Makian dalam penyelenggaraan Pilkada sebelumnya. Pada Pilkada 2022, pernah terungkap dugaan pemotongan honor PPS yang baru dikembalikan setelah mendapat sorotan publik. Kini, dengan terulangnya dugaan serupa pada Pilkada 2024, Iwan mendesak agar aparat penegak hukum, termasuk Kejaksaan Negeri dan Polres Halmahera Selatan (Halsel), segera menindaklanjuti laporan ini.
“Kami berharap Kejaksaan dan Polres Halsel memberikan perhatian serius dan mengusut tuntas dugaan rasuah ini,” tegasnya.
Lebih jauh, Iwan menegaskan bahwa kebijakan sepihak yang diduga melibatkan lima anggota PPK Pulau Makian tersebut bisa dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi. Berdasarkan UU No. 20 Tahun 2001 yang merupakan perubahan dari UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pemotongan anggaran yang diduga dilakukan untuk kepentingan pribadi jelas melanggar hukum dan harus diproses secara hukum.
Iwan juga mendesak Komisi Pemilihan Umum (KPU) Halmahera Selatan untuk segera mengevaluasi kinerja lima anggota PPK yang terlibat dalam dugaan pemotongan anggaran ini.
“Penyelenggara pemilu harus menjaga integritas mereka. Jika terbukti bersalah, kelima anggota PPK ini harus diberhentikan. Tindakan mereka jelas mencederai lembaga penyelenggara pemilu di Halsel,” tambahnya.
Kasus dugaan pemotongan anggaran ini bukan hanya memperpanjang daftar masalah dalam penyelenggaraan Pilkada di Halmahera Selatan, tetapi juga semakin menegaskan perlunya pengawasan yang lebih ketat terhadap penggunaan anggaran dalam setiap tahapan pilkada. Integritas PPK dan lembaga penyelenggara pemilu lainnya harus dijaga untuk memastikan pilkada berjalan dengan adil, transparan, dan tanpa ada penyimpangan.
Sebagai langkah lanjutan, Pemuda Demokrat Maluku Utara berkomitmen untuk melakukan investigasi menyeluruh di semua PPK di Kabupaten Halmahera Selatan dan akan melaporkan secara resmi temuan ini kepada Kejaksaan Tinggi dan Direktorat Kriminal Khusus Polda Malut.
“Kami akan melaporkan kasus ini secara resmi, mengingat anggaran yang beredar bukan hanya Rp1.100.000 per desa, namun anggaran tersebut sangat fantastis, dan PPS tidak menerima sesuai anggaran yang tertuang dalam RAB,” ujar Iwan dengan tegas. (Man*)