Morotai, Koridorindonesia.id– Aktivis pemerhati demokrasi desa, kabupaten Pulau Morotai meragukan kenetralan kepala desa pada pemilihan kepala daerah (Pilkada) tahun 2024. Aktifis pemerhati demokrasi desa, Aril Baba mengatakan, kepala-kepala desa di Morotai ini perlu diberikan teguran keras dari masyarakat masing-masing desa.
“Karena hanya masyarakat yang bisa menegur kepala desa yang merupakan pilihan rakyat sendiri” tegasnya.
Menurutnya, setiap tahun politik para kepala desa (Kades) selalu menjadi kroni kepentingan kelompok politik tertentu. Menjadi pesuruh tangan oknum kekuasaan daerah untuk mengintimidasi hak pilih warga, terutama perangkat desa.
“Kalau tidak ikut arahan kades, mereka mendapat ancaman bahkan sampai pada tingkat pemecatan,” ungkap Aril
Menurut Aril, ini bisa membuat kegaduhan di masyarakat, karena seorang Kades mestinya paham hak pilih warga yang dilindungi oleh Undang-undang. Kalau ada kedapatan seperti ini, kata Aril, ada sanksi pidananya buat kepala desa yang mengintimidasi hak pilih orang.
“Itu berbahaya karena Kades menggunakan jabatannya sebagai momok untuk menakut-nakuti warga terutama aparatur desanya.” kata Aril lagi menegaskan.
Aril bilang, kalau setiap tahun politik seorang kepala desa menjadi pesuruh untuk melayani kepentingan tertentu, ini sebenarnya ada apa? Masyarakat bisa curiga, kalau model seperti ini ciri pemerintahan yang kolusi, maksudnya ada persekongkolan diantara para pemilik kepentingan.
“Ini suatu keburukan yang dipertontonkan oleh kepala desa, mereka tidak fokus pada pembangunan desa dan kesejahteraan masyarakat di desa malah sebaliknya, urus politik praktis. Malah tidak becus mengurus pemerintahan yang terkesan tertutup,” bebernya.
Apalagi, kata dia dana desa yang dikelola oleh kepala desa tidak pernah dimusyawarahkan secara terbuka di umum. Pertanggungjawaban kepala desa juga tidak pernah disampaikan kepada masyarakat sehingga masyarakat tidak pernah tau dokumen pertanggungjawaban kepala desa.
“Jika selamanya seperti ini, dipastikan dana desa berpotensi disalahgunakan dan jabatan kepala desa digunakan pada kepentingan sesaat” pungkasnya (Ahlit*)