Permasalahan Pengelolaan Sampah di Halteng, Ancaman Nyata bagi Lingkungan dan Kesehatan Masyarakat

Mutalib Ibrahim, Direktur LSM WAMLIH Halteng

Oleh: Mutalib Ibrahim
(Direktur LSM WAMLIH Halteng)

Pendahuluan

Sampah merupakan permasalahan yang tidak pernah lepas dari kehidupan manusia. Baik di lingkungan perkotaan maupun pedesaan, keberadaan sampah selalu menjadi tantangan yang harus diatasi. Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, sampah didefinisikan sebagai sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat.

World Health Organization (WHO) juga mendefinisikan sampah sebagai sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia. Dari kedua definisi ini, jelas bahwa sampah adalah bagian tak terhindarkan dari aktivitas manusia, tetapi tanpa pengelolaan yang tepat, dampaknya terhadap lingkungan dan kesehatan sangat merugikan.

Sampah dikategorikan menjadi beberapa jenis, yaitu:

1. Sampah Organik: Berasal dari sisa makhluk hidup yang mudah terurai, seperti sisa makanan dan daun kering.

2. Sampah Anorganik: Sulit terurai, seperti plastik, logam, dan kaca.
3. Sampah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun): Mengandung zat berbahaya yang bersifat toksik, korosif, reaktif, atau mudah terbakar.
4. Sampah Elektronik (E-waste): Limbah dari perangkat elektronik yang tidak terpakai.
5. Sampah Konstruksi dan Bangunan: Dihasilkan dari aktivitas pembangunan atau renovasi.

Tanpa sistem pengelolaan yang baik, sampah-sampah ini akan memberikan dampak negatif, seperti pencemaran udara, air, dan tanah yang berujung pada berbagai penyakit serta kerusakan lingkungan.

Permasalahan Pengelolaan Sampah di Kabupaten Halmahera Tengah

Kabupaten Halmahera Tengah merupakan wilayah yang saat ini mengalami pertumbuhan pesat, terutama dengan hadirnya Proyek Strategis Nasional di sektor pertambangan yang dikelola oleh PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP). Sejak beroperasi pada tahun 2019, proyek ini telah menarik lebih dari 50.000 pekerja yang kini menetap di beberapa kecamatan, termasuk Weda Tengah, Weda Utara, dan Weda sebagai pusat pemerintahan. Pertumbuhan populasi yang signifikan ini berbanding lurus dengan peningkatan volume sampah yang dihasilkan.

Namun, ironi terjadi ketika peningkatan jumlah sampah tidak diimbangi dengan pengelolaan yang memadai. Masyarakat setempat di Kecamatan Weda Tengah dan sekitarnya sering menghadapi tumpukan sampah yang tidak kunjung dibersihkan. Sampah-sampah tersebut dibiarkan menumpuk hingga berhari-hari tanpa adanya Tempat Pembuangan Sementara (TPS) maupun Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang memadai, sehingga menimbulkan bau busuk dan mengganggu aktivitas masyarakat.

Yang lebih memprihatinkan, keberadaan perusahaan skala besar seperti PT IWIP bersama subkontraktornya belum menunjukkan komitmen nyata untuk menangani masalah sampah ini secara sistematis. Padahal, sebagai bagian dari tanggung jawab sosial dan lingkungan, perusahaan wajib mematuhi regulasi yang berlaku terkait pengelolaan limbah yang dihasilkannya.

Kerangka Regulasi Pengelolaan Sampah yang Terabaikan

Berbagai regulasi nasional sebenarnya telah dengan tegas mengatur tentang pengelolaan sampah, baik yang bersumber dari rumah tangga, kegiatan industri, maupun limbah berbahaya:

1. Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah:

Menegaskan pentingnya pengurangan dan penanganan sampah berbasis prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle).

Mengharuskan produsen, termasuk perusahaan besar, untuk bertanggung jawab atas sampah yang dihasilkan dari produknya.

2. Peraturan Pemerintah No. 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga:

Mengatur tentang kewajiban pemerintah daerah dalam menyediakan sarana dan prasarana pengelolaan sampah.

Menekankan perlunya partisipasi aktif masyarakat dalam pengurangan dan penanganan sampah.

3. PP No. 27 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Sampah Spesifik:
Mengatur pengelolaan sampah berbahaya seperti limbah B3 yang banyak dihasilkan oleh kegiatan pertambangan.

4. Peraturan Presiden No. 97 Tahun 2017 (Jakstranas):
Menargetkan pengurangan sampah sebesar 30% dan penanganan sampah hingga 70% pada tahun 2025.

5. Permen LHK No. P.75 Tahun 2019:
Mewajibkan produsen untuk mengurangi penggunaan kemasan yang tidak ramah lingkungan.

Sayangnya, semua regulasi ini seolah hanya menjadi dokumen tanpa implementasi yang nyata di Halmahera Tengah. Pemerintah daerah, yang seharusnya menjadi ujung tombak dalam pengawasan dan penegakan aturan, terkesan lamban. Di sisi lain, PT IWIP yang memiliki kapasitas besar justru belum mengambil langkah signifikan dalam menyediakan fasilitas pengelolaan sampah yang memadai bagi para pekerja maupun masyarakat sekitar.

Dampak Buruk dari Pengelolaan Sampah yang Buruk

Tanpa pengelolaan sampah yang efektif, berbagai dampak negatif sudah mulai dirasakan oleh masyarakat Halmahera Tengah, khususnya di Kecamatan Weda Tengah:

Dampak Kesehatan: Bau busuk dari tumpukan sampah memicu gangguan pernapasan, penyakit kulit, dan potensi penyebaran penyakit seperti diare.

Pencemaran Lingkungan: Sampah anorganik dan limbah B3 dapat mencemari air tanah, merusak ekosistem perairan, serta mengganggu habitat makhluk hidup di sekitar lokasi pembuangan liar.

Penurunan Kualitas Hidup: Keberadaan sampah yang menumpuk menciptakan lingkungan yang tidak nyaman, menurunkan estetika kota, dan menghambat aktivitas ekonomi masyarakat.

Rekomendasi dan Solusi

Permasalahan ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Beberapa langkah yang bisa ditempuh antara lain:

1. Peningkatan Peran Pemerintah Daerah:

Segera membangun Tempat Pembuangan Sementara (TPS) dan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang memenuhi standar lingkungan.

Melakukan pengawasan ketat terhadap aktivitas perusahaan dalam pengelolaan limbahnya.

2. Tanggung Jawab PT IWIP dan Subkontraktornya:

Menyediakan fasilitas pengelolaan sampah terpadu untuk para pekerja.

Melaksanakan program Corporate Social Responsibility (CSR) yang fokus pada pengelolaan limbah dan edukasi lingkungan bagi masyarakat.

3. Peningkatan Kesadaran Masyarakat:

Melakukan kampanye pemilahan sampah dari sumbernya.

Melibatkan komunitas lokal dalam pengelolaan sampah berbasis 3R (Reduce, Reuse, Recycle).

4. Penegakan Hukum yang Tegas:

Memberikan sanksi administratif atau pidana bagi pihak yang terbukti membuang sampah sembarangan, sesuai dengan UU No. 18 Tahun 2008.

Kesimpulan

Permasalahan sampah di Kabupaten Halmahera Tengah, khususnya di Kecamatan Weda Tengah, mencerminkan adanya kelalaian dalam implementasi regulasi yang telah ditetapkan. Keberadaan proyek besar seperti PT IWIP seharusnya menjadi contoh dalam penerapan pengelolaan lingkungan yang baik, bukan malah menambah beban pencemaran. Pemerintah daerah, perusahaan, dan masyarakat harus bersinergi untuk segera mengatasi permasalahan ini demi menciptakan lingkungan yang sehat, bersih, dan layak huni.

Masa depan Halmahera Tengah tidak hanya ditentukan oleh pertumbuhan ekonominya, tetapi juga dari bagaimana lingkungan dan kualitas hidup masyarakatnya dijaga. Sampah bukan hanya sekadar sisa buangan, melainkan cerminan tanggung jawab kita terhadap bumi. **