Weda, Koridorindonesia.id– Rahmat Putra Perdana Marsaoli, S.IP, B.A, Mahasiswa Program Magister of Development Studies Erasmus University Rotterdam, The Netherlands yang juga merupakan Putra Daerah Maluku Utara mengirim surat terbuka kepada Yth, Mr. Kevin He, Vice President PT. IWIP dan Bapak Bahri Sudirman, selaku Pj. Bupati Halmahera Tengah.
Hal ini diambil oleh Rahmat Putra lantaran mengesalkan tindakan pihak manajemen PT. IWIP yang terkesan menghalang-halangi proses penelitiannya untuk menyelesaikan studi magisternya.
Dengan segala hormat, saya ingin menyampaikan keluhan dan desakan terkait praktik-praktik yang telah menghalangi jalannya penelitian akademis saya dan sejumlah mahasiswa lainnya di PT. IWIP. Sudah dua bulan sejak Juli 2024, saya, sebagai mahasiswa tingkat akhir Program Magister di Erasmus University Rotterdam, Belanda, secara resmi mengajukan surat permohonan interview kepada PT. IWIP.
“Penelitian tesis saya berfokus pada strategi Corporate Social Responsibility (CSR) dari aktivitas pertambangan PT. IWIP di Halmahera Tengah, yang merupakan bagian dari upaya akademis untuk memahami dampak sosial dan lingkungan dari industri ini di daerah tersebut,” cerita Rahmat Putra mengesalkan tindakan PT. IWIP.
Namun, meski telah mengikuti seluruh prosedur yang berlaku dan menunggu dengan sabar, saya tidak pernah mendapatkan respons atau konfirmasi dari pihak perusahaan. Ketika saya akhirnya tiba di Ternate, Maluku Utara, dan kemudian bertolak langsung ke Weda, Halmahera Tengah, pada tanggal 27 Agustus 2024, proposal penelitian saya malah ditolak oleh General Manager PT. IWIP, Ibu Rosalina Sangadji.
Keputusan penolakan ini datang setelah adanya laporan internal yang tampaknya mengarah pada kurangnya transparansi dan itikad baik, bahkan setelah saya mencoba meminta bantuan dari pihak dalam yang memiliki hubungan dengan perusahaan.
Lebih mengejutkan lagi, alasan yang diberikan dalam surat penolakan yang saya terima pada tanggal 7 September sangat tidak relevan dan tidak berdasar. Dalam surat yang dikeluarkan pada tanggal 31 Agustus 2024, disebutkan bahwa saya ditolak karena program internship atau magang yang saat ini tidak tersedia.
Padahal, sejak awal, permohonan saya sudah jelas menyebutkan bahwa saya tidak sedang mengajukan lamaran magang, melainkan melakukan penelitian tesis akademis. Alasan ini bukan hanya membingungkan, tetapi juga tidak sesuai dengan konteks permohonan saya dan bahkan mengesankan adanya kekeliruan dalam memahami tujuan saya.
Di tengah visi besar Indonesia Emas 2045 yang berupaya menggalang pembangunan dan kemajuan dengan melibatkan kontribusi intelektual dari generasi muda bangsa, penolakan ini sangatlah ironis.
Sebagai mahasiswa yang direkomendasikan oleh universitas terkemuka di Belanda, dan mendapat dukungan penuh untuk melakukan penelitian ke Halmahera Tengah dan yang telah mengikuti seluruh Standar Operasional Prosedur (SOP) yang berlaku, serta sebagai Putra Daerah yang berniat memberikan kontribusi positif bagi tanah kelahiran melalui penelitian, saya malah dihadapkan pada birokrasi yang tidak masuk akal dan dilempar dari satu pihak ke pihak lainnya tanpa alasan yang jelas.
Penolakan ini tidak hanya mencerminkan kurangnya itikad baik dari perusahaan, tetapi juga memperlihatkan minimnya penghargaan terhadap upaya intelektual yang seharusnya didukung demi kemajuan bersama.
Yang lebih memprihatinkan adalah bahwa kasus ini bukanlah satu-satunya. Dalam diskusi saya dengan kepala desa lingkar tambang di Kantor Desa Lelilef Waibulen, ditemukan bahwa ada lima berkas penolakan serupa yang juga dialami oleh mahasiswa Putra Daerah lainnya yang sedang berusaha melakukan penelitian di PT. IWIP.
Ini menunjukkan adanya pola sistematis yang menghambat upaya akademis anak daerah untuk memahami dampak dari operasi pertambangan di wilayah tersebut. Sebuah situasi yang seharusnya menjadi perhatian serius dari pihak perusahaan maupun pemerintah daerah.
Sebagai mahasiswa yang sedang menjalani proses akademik, saya merasa memiliki hak untuk mendapatkan penjelasan yang lebih transparan dan masuk akal terkait penolakan ini. Alasan yang diberikan oleh General Manager PT. IWIP, Ibu Rosalina Sangadji, tidak hanya tidak logis, tetapi juga merendahkan upaya akademis yang seharusnya didukung, terutama ketika kami, Putra Daerah, berupaya memberikan sumbangsih nyata untuk memahami dinamika sosial dan lingkungan di daerah kami sendiri.
Dengan demikian, saya secara resmi menuntut keadilan dan transparansi dalam penanganan penolakan ini. Tindakan General Manager, Ibu Rosalina Sangadji, telah merugikan banyak pihak, termasuk mahasiswa daerah yang memiliki hak untuk menyelesaikan penelitian mereka. Penolakan semacam ini tidak hanya merugikan individu, tetapi juga menghambat potensi kontribusi kami dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, apalagi di tengah semangat menyongsong Indonesia Emas 2045.
“Saya berharap pihak perusahaan dan pemerintah daerah segera memberikan klarifikasi yang lebih jelas dan mengambil langkah-langkah yang adil dalam menyikapi masalah ini. Harapan saya kedepan, semoga tidak ada putra daerah selanjutnya yang dipersulit untuk melakukan pengambilan data dengan alasan yang tidak logis dan rasional.” harapnya. (Ibo*)