Weda, Koridorindonesia.id– Pasangan calon bupati dan wakil bupati Halmahera Tengah (Halteng) Muttiara T Yasin dan Salim Kamaluddin (Mustika) mempertanyakan apa alasan sehingga di tahun 2023 mantan Penjabat (Pj) bupati Halteng, Ikram Malan Sangadji menyetujui Permendagri nomor 84 tahun 2018 tentang batas wilayah Halteng dan Haltim.
Menurut Salim Kamaluddin, wilayah luas administrasi Halteng tidak sesuai dengan undang-undang nomor 1 tahun 2003 tentang pemekaran kabupaten Halmahera Timur dan kabupaten Halmahera tengah terkait luas wilayah administrasi dimana jika kita menyetujui dan menandatangani Permendagri di lantai 1 gedung kementerian ATR/BPN bulan Juni tahun 2023 dan dihadiri oleh sejumlah pejabat daerah dan anggota DPRD.
Pasangan Muttiara-Salim kepada Koridor mengatakan, batas wilayah Halteng dan Haltim ada sejak pemerintahan Maluku dan Maluku Utara, selanjutnya terdapat dalam UU nomor 1 tahun 2003, didukung dari berbagai dokumen sejarah.
“Bahkan pernah terjadi penandatanganan berita acara antara Pemda Halteng oleh mantan Bupati Halteng, M Al Yasin dengan A.n Bupati Halmahera Timur Sekretaris Daerah, M. Abdu Nasar Bupati Haltim pada tanggal 18 September Tahun 2014, menyatakan bahwa perbatasan Halteng-Haltim menggunakan batas wilayah sesuai UU Nomor 1 tahun 2003,” ujar Salim pada Kamis 25 Oktober 2025
Sehingga, lanjut Salim, bagi pihaknya, ketika menyetujui Permendagri itu artinya kita menghianati negeri dan peninggalan leluhur negeri kepada anak cucu terutama di wilayah Patani Timur yang sudah sejak dahulu kala mendiami dan menggunakan wilayah tersebut untuk bercocok tanam.
Pihaknya juga mengatakan, sebuah penyesalan bagi mereka kepada Pj Bupati Ikram saat itu yang tidak memahami dan mengetahui sejarah. “Mereka mestinya bertanya dan berhati-hati bukan arogan dalam mengambil keputusan publik bagi kepentingan sebuah negeri yang bersejarah,” terangnya.
Mantan Kepala Badan perencanaan Pembangunan Daerah (BAPEDA) Halteng itu juga menegaskan, jika batas wilayah ini berkurang maka berkonsekuensi terhadap sumber pendapatan Daerah, mengingat wilayah luas administrasi menjadi berkurang.
Yang lebih penting, Kata Salim, jika suatu saat ketika usulan masyarakat Patani dan Gebe terkait Daerah Otonomi Baru (DOB), maka tidak akan memenuhi syarat.
“Oleh karena itu bagi pasangan Muttiara-Salim, hal ini penting agar masyarakat tau yang sebenarnya, kita punya banyak bukti kuat, Bahkan saat rapat tersebut dihadiri oleh sejumlah anggota DPRD (Bapemperda ) dan ditandatangani suratnya,” ungkap Salim.
Yang menjadi aneh itu masyarakat Halteng masih tetap akan mempertahankan luas wilayah yang kurang 2000 hektare tersebut sesuai undang – undang, bukan Permendagri.
Pihaknya juga mengimbau kepada masyarakat Halteng harus sadar dan pakai akal sehat, untuk menilai sebuah kejujuran dan kebenaran, bukan memuji dan memuja sebuah kebohongan dan penghinaan terhadap negeri dan sebuah peninggalan abadi terhadap anak cucunya.
“Perlu kita semua ingat bahwa di kawasan perbatasan ini akibat perebutan maka pernah terjadi ancaman dan perkelahian antar sesama warga di perbatasan, terutama kecamatan Patani timur,” katanya menegaskan.
Olehnya itu, ia menekankan bagi pendukung Ikram bisa mencari pembenaran dan bisa membuat narasi membela, tapi fakta mangatakan wilayah Halteng berkurang 2000 hektare.
“Apakah ini sadar atau tidak sehingga dengan arogansi penjelasan tidak mendasar,” tutup Salim. (Ibo*)